SELAMAT DATANG ERA JABATAN FUNGSIONAL DI PEMDA
PPID Bener Meriah | Jumat, 30 April 2021

Pasca Penyederhanaan
Masalah pertama adalah adanya perbedaan mendasar antara institusi Kementerian/Lembaga di tingkat pusat dengan pemerintah daerah, utamanya menyangkut core business.
Core business pada pemerintah daerah jauh lebih beragam, karena adanya berbagai kewenangan urusan pemerintahan yang ditangani, mulai dari pendidikan sampai pariwisata, maupun urusan pekerjaan umum dan informatika. Dapat dipastikan bahwa pemerintah daerah akan memiliki banyak sekali jenis jabatan fungsional yang berbeda-beda.
Tentu hal ini sangat berbeda bila dibandingkan dengan Kementerian/Lembaga di pusat yang didominasi oleh jabatan fungsional dari ruang lingkup tertentu yang sesuai core business-nya. Dengan kondisi masing-masing jabatan fungsional memiliki juklak dan juknis yang berbeda, maka perlu dibuat sebuah kebijakan yang tidak menghambat karier ASN terdampak.
Pekerjaan rumah lain yang harus dilakukan setelah proses penyederhanaan birokrasi adalah penyederhanaan administrasi. Penyederhanaan administrasi tidak kalah penting untuk dilakukan agar para ASN tidak kehabisan energi untuk urusan administratif seperti yang pernah dikeluhkan Presiden Joko Widodo.
Sangat banyak sekali dokumen-dokumen dan laporan yang harus dipenuhi oleh ASN yang kadang memiliki substansi yang sama. Apalagi di daerah, yang memiliki banyak kewenangan dan urusan, cukup banyak juklak dan juknis yang harus dipelajari dan dilaksanakan dari berbagai Kementerian/Lembaga yang berbeda. Hal ini sangat menyita waktu para ASN itu sendiri. Tentu jangan sampai terjadi seorang pejabat fungsional justru lebih banyak melaksanakan pekerjaan administrasi.
Berikutnya, pemerintah perlu me-review kembali analisis beban kerja. Idealnya, pengisian sebuah jabatan harus diawali dengan adanya analisis beban kerja yang nantinya akan menentukan berapa kebutuhan pejabat fungsional di suatu unit kerja atau instansi. Kebijakan penyederhanaan birokrasi yang lebih bersifat quick wins ini memungkinkan adanya ketimpangan antara kebutuhan dan keterisian suatu jabatan fungsional.
Selain itu, serbuan pejabat fungsional hasil penyederhanaan dapat mengisi posisi-posisi jenjang jabatan yang lebih tinggi daripada ASN yang lebih dulu berkarier sebagai pejabat fungsional. Hal ini akan menimbulkan sebuah persaingan tidak sehat di dalam organisasi birokrasi itu sendiri.
Yang terakhir, persoalan tata kerja dan budaya kerja ASN yang telah terbentuk sekian lama. Birokrasi Indonesia yang bercirikan birokrasi Weberian membuat adanya hierarki yang tegas dalam pelaksanaan aktivitas birokrasi. Secara teknis, pengambilan keputusan dilakukan secara bertingkat (hal yang ingin dihapus oleh Presiden Joko Widodo), serta dilakukannya pembagian tugas secara bertingkat.
Konsekuensinya, seringkali birokrat yang memiliki posisi lebih atas hanya melaksanakan pembagian habis tugas dan pekerjaan kepada birokrat di bawahnya. Hal ini tidak dapat dilakukan pada birokrasi yang berdasarkan jabatan fungsional; tiap jenjang jabatan fungsional telah memiliki uraian tugas dan perannya masing-masing. ASN harus diberi pemahaman bahwa mereka yang menduduki jenjang jabatan fungsional lebih tinggi tidak bisa memerintah ASN yang jenjang jabatan fungsionalnya lebih rendah, tetapi harus berkolaborasi sesuai perannya masing-masing.